Naufal Al-bani

Selamat menikmati Cerita nya hormat kami ( naufal al-bani ) sang penulis

Monday 9 September 2013

Kenapa babi di haramkan kenapa pula ia di ciptakan

Apakah mungkin hewan yang diharamkan punya fungsi kehidupan? Mungkinkah mereka punya tabiat penciptaan yang berlawanan? Mereka di satu sisi haram karena punya dampak negatif terhadap tubuh dan di sisi lain punya misi kehidupan yang mungkin saja belum tersentuh oleh tangan dan pikiran manusia?
Hemat penulis, sebelum terlalu jauh mengais rahasia-rahasia penciptaan mereka, pemerhati tema-tema Qur’an diajak menelusuri hikmah-hikmah syariat yang telah mengharamkan mereka untuk dijadikan sebagai bahan makanan.
Pada umumnya, Islam mengharamkan daging hewan yang berkuku tajam, seperti: singa, harimau, macan, ular, kucing, anjing, dan tikus. Tentunya, laboratorium syariat tidak mengharamkan mereka kecuali ada sebab mendasar yang melatarbelakanginya. Olehnya itu, wajar jika hal tersebut menjadi proyek ilmiah yang menunggu sentuhan-sentuhan dunia sains. Mereka seakan-akan berkata kepada para saintis: “aku haram dimakan karena aku berbahaya terhadap kelangsungan hidup kalian. Akan tetapi, apakah Anda telah menemukan hikmah-hikmah syariat yang telah menjadikan aku haram untuk kalian?“
Dokter Sulaeman Qûsh berkata:
“Medis modern melaporkan bahwa air liur, kotoran, darah, dan sel-sel tubuh hewan-hewan ini mengandung virus yang mematikan, yaitu virus yang menyebabkan penyakit anjing.”[[2]] 
Jika demikian halnya hewan-hewan tersebut, bagaimana dengan babi sendiri?
Manusia cinta kebersihan dan jijik melihat kotoran. Setiap dari mereka punya fitrah penciptaan seperti ini. Olehnya itu, bukan hanya Islam yang mengharamkan babi, tetapi juga syariat-syariat terdahulu, seperti: Yahudi dan Nasrani.
Di dalam Taurat dikatakan:
(هَذِهِ الْبَهَائِمُ التَِّيْ تَأْكُلُوْنَهَا: البَقَرُ، وَالضَّأْنُ، وَالْمَعِزُ…، إِلاَّ هَذِهِ فَلاَ تَأْكُلُوْهَا، مِمَّا يَجْتَرُّ وَمِمَّا يَشُقُّ الظِّلْفَ: الْجَمَلَ وَالأَرْنَبَ وَالْوَبَرَ؛ لأَِنَّهَا تَجْتَرُّ، لَكِنَّهَا لاَ تَشُقُّ ظِلْفًا، فَهِيَ نَجِسَةُ لَكُمْ. وَالْخِنْزِيْرُ، لأَِنَّهُ يَشُقُّ الظِّلْفَ، لَكِنَّهُ لاّ يَجْتَرُّ، فَهُوَ نَجِسُ لَكُمْ، فَمِنْ لَحْمِهَا لاَ تَأْكُلُوْا وَجُثَثِهَا لاَ تَلْمِسُوْا).
“Hewan-hewan ini boleh kalian makan, seperti: sapi, domba, dan biri-biri…, kecuali hewan-hewan ini janganlah engkau memakannya; hewan yang mengeluarkan makanan dari perutnya kemudian dikunyah kembali dan yang kukunya terbelah dua, seperti unta, kelinci dan wabar (kelinci yang berbulu tebal). mereka najis untuk kalian karena tergolong spesies hewan yang mengunyah kembali makanan setelah dikeluarkan dari perut mereka sendiri, meskipun kuku mereka tidak terbelah dua. Demikian pula babi, ia najis untuk kalian karena kukunya terbelah, meski tidak mengunyah kembali makanannya dari perut. Olehnya itu, jangan makan dagingnya dan jangan pula menyentuh bangkainya!”[[3]]
Di Injil sendiri mengatakan:
(وَكَانَ هُنَاكَ عِنْدَ الْجِبَالِ قَطِيْعٌ كَبِيْرٌ مِنَ الْخَنَازِيْرِ يُرْعَى، فَطَلَبَ إِلَيْهِ الشَّيَاطِيْنُ قَائِلِيْنَ: (أَرْسِلْنَا إِلَىْ الْخَنَازِيْرِ لِنَدْخُلَ فِيْهَا)، فَأَذِنَ لَهُمْ يَسُوْعُ لِلْوَقْتِ، فَخَرَجَتْ الأَرْوَاحُ النَّجِسَةُ، وَدَخَلَتْ فِيْ الْخَنَازِيْرِ).
“di pegunungan sana ada sekelompok babi yang sedang digembala, maka setan pun menginginkannya dan berkata: (izinkanlah kami bersemayam di babi-babi itu!) Yesus pun kemudian mengizinkan mereka saat itu, sehingga ruh-ruh kotor keluar dan bersemayam di tubuh babi-babi tersebut” [[4]]
Di tempat lain diberitakan:
(لاَ تُعْطُوْا الْقُدْسَ لِلْكِلاَبِ، وَلاَ تَطْرَحُوْا دُرَرَكُمْ قُدَّامَ الْخَنَازِيْرِ لِئَلاَّ تَدُوْسُهَا بِأَرْجُلِهَا وَتَلْتَفِتَ فَتُمَزِّقَكُمْ).
“Jangan berikan Al-Quds kepada anjing-anjing itu dan jangan pula meletakkan berlian-berlian kalian di hadapan babi-babi itu supaya mereka tidak menginjak-injaknya dan kembali mengoyak-oyak kalian.”[[5]]
Hemat penulis, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan pengharaman babi di Injil, tetapi karena ia merupakan simbol kejahatan yang dilakoni oleh ruh-ruh jahat dan umat selain umat Nasrani, maka ia pun dengan sendirinya mengajak fitrah mereka untuk menjauhinya. Bukan hanya itu, di Injil sendiri terdapat beberapa teks yang menyatakan bahwa Nabi Isa as. diutus untuk menyempurnakan syariat yang diemban Nabi Musa as… [[6]] Dan karena pengharaman babi merupakan salah satu syariat Taurat, maka babi pun diharamkan terhadap mereka. Akan tetapi, mengapa di sana masih ada kaum yang membolehkan makan babi? Bukankah ini menyalahi syariat dan fitrah penciptaan mereka sendiri?
Dalam hal ini, Islam pun mengharamkan babi. Ia dan syariat lain senantiasa memberikan perhatian penuh terhadap kesehatan jasmani dan rohani manusia. Olehnya itu, semuanya sepakat terhadap hukum ini.
Allah SWT berfirman:
â إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ á
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. (QS. Al-Baqarah [2]: 173)
Jika ada yang bertanya: “ada apa dengan babi? Mengapa semua syariat Allah mengharamkannya?”
Kepada Anda Ustadz Muhammad Rasyid Ridha menjawab:
“salah satu hikmah haramnya babi karena ia membawa virus berbahaya dan termasuk jenis hewan yang menyukai kotoran.
Kedokteran modern telah membuktikan bahwa bahaya babi datang dari makanannya yang kotor, sehingga di antaranya ada yang menjadi ulat, seperti: Trichinila Spiralis (الدُّوْدَةُ اللُّوْلَبِيَّةُ أَوْ الْحَلْزُوْنِيَةٌ). Ulat ini menjangkiti babi dari bangkai-bangkai tikus yang dilahapnya. Bukan hanya itu, daging babi sangat sulit dicerna akibat gumpalan lemak di serak-serak daging tersebut. Olehnya itu, perut terasa berat dan ingin muntah. Jika ia tidak dimuntahkan maka penderita akan mencer…
Jika Anda berkata: “Ayat al-An’am menegaskan bahwa sebab daging babi diharamkan karena ia kotor. Apakah karena ia suka kotoran ataukah di tubuhnya terdapat bahaya yang mengancam keselamatan jiwa?”
Ketahuilah! Sesungguhnya kata (الرِّجْسُ), yang artinya: kotor, penamaan terhadap segala sesuatu yang berbahaya dan menjijikkan, baik yang materinya nampak atau secara maknawi saja. Olehnya itu, semua yang bernajis disebut (رِجْس) kotoran. Dan pastinya, penamaan Surah al-An’am (الرِّجْسُ)terhadap babi memberi indikasi kuat bahwa ia haram dimakan karena berbahaya dan menjijikkan.”[[7]]
dr. Sulaeman Qûsh menegaskan pernyataan di atas pada laporannya berikut ini:
“babi adalah binatang yang malas dan terlalu suka berhubungan intim. Ia tidak suka cahaya matahari dan tidak punya semangat juang membela diri dari musuh-musuhnya.
Dia memakan semua makanan yang diberikan, bahkan kotorannya sendiri atau kotoran manusia. Ia lebih suka menghabiskan hidupnya di tempat kotor dari tempat yang bersih. Kerjanya makan dan tidur, serta tidak suka bepergian jauh. Jika betinanya ditunggangi oleh jantan lain ia tidak menampakkan sedikit pun kecemburuan dan amarah terhadapnya.
Babi salah satu jenis hewan yang mengantongi pelbagai jenis virus yang mematikan. [[8]] Maka dari itu, ia tidak layak dikonsumsi manusia.”[[9]]
Jika ada yang bertanya dan berkata: “Anda telah menjelaskan panjang lebar hikmah pengharaman babi. Sekarang, tolong beberkan makna-makna kehidupan di balik penciptaannya.”
Ustadz Nursi meletakkan batu pijakan dan pondasi dalam masalah ini. Beliau berkata:
“Setiap makhluk di semesta ini punya tugas masing-masing. Bukan hanya itu, setiap partikel terkecil di kosmos ini punya fungsi tersendiri. Artinya, tidak ada makhluk di alam ini kecuali punya misi yang mereka sedang jalani. Olehnya itu, mereka adalah petugas Rabbânî yang menjalankan misi ketuhanan.”[[10]]
Berangkat dari sini, penulis melihat, sesuai dengan apa yang telah dijelaskan di atas, bahwa babi adalah Cleaning Service gratis yang membersihkan wajah bumi dari pelbagai bentuk kotoran. Olehnya itu, dengan menyadari fitrah penciptaannya, ia melahap kotorannya sendiri dan kotoran manusia. Andai saja tahinya yang tercecer itu tidak dilahap kembali, maka siapa lagi yang akan memungutnya? Kotoran, sampah, dan limbah manusia merupakan isu global yang butuh penanganan serius dan belum terpecahkan sampai pada detik ini. Olehnya itu, wahai mereka yang lalai! Sadar dan pujilah Allah yang membantu kalian mengatasi masalah rumit tersebut! Babi itu tahu diri, bahkan ia ikut sibuk dan turut andil mengentaskan polusi udara oleh ulah tangan kalian sendiri.
Di lain sisi, babi telah menjadi cermin terhadap manifestasi keagungan Sang Maha Bersih, Maha Mengurus, Menjaga keseimbangan kosmos, dan Maha Bijak. Ia mencerminkan sinar-sinar ketauhidan yang terpadu. Ia merupakan ukiran-ukiran keagungan dan ketinggian sifat-sifat Allah tersebut.
Hewan ini pun tidak tinggal diam untuk melukiskan makna-makna kehidupan. Ia seperti menyapa Anda dengan begitu lembutnya dan berkata: “wahai khalifah Allah! Janganlah kalian menyerupai diriku! Jika aku malas kalian harus rajin, jika aku penakut kalian harus pemberani, jika aku terlalu berlebihan melakukan hubungan intim maka kalian wajib menempatkan nafsu sesuai dengan batasan-batasan syariat. Jika kalian seperti ini maka niscaya kalian menjadi insan-insan Rabbânî. Akan tetapi, jika kalian menyerupai diriku maka kalian lebih rendah dariku. Aku menjalankan fungsi kehidupan dan ketauhidan dengan sempurna, tetapi kalian lalai dan lupa diri oleh nafsu.”
Kemuliaan hewan ini tidak terbatas sampai di sini, tetapi ia telah menjadi bahan baku celaan Al-Qur’an terhadap bangsa Yahudi yang melanggar kehormatan hari Sabtu. [[11]] Olehnya itu, mereka dilaknat Allah dengan menjadikan wujud mereka berwujud monyet dan babi sebagaimana yang difirmankan ayat ini:
â قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ á (QS. Al-Maidah [5]: 59)
Di penghujung tulisan singkat ini, saya mengajak pemerhati tema-tema keislaman menyuarakan kesimpulan berikut ini:
“Sebenarnya babi bukan ancaman bagi manusia. Bahaya yang datang darinya lahir dari ulah tangan-tangan jahil. Mereka telah melanggar kesepakatan syariat-syariat Allah yang mengharamkannya. Seandainya Anda tidak menyentuhnya maka ia pun dengan sendirinya enggan menyakiti Anda. Akan tetapi, Anda sakit karena telah mengabaikan aturan tersebut. Biarkan dia menjalankan misi kebersihan wajah dunia yang diemban fitrahnya! Biarkan dia memancarkan kilau ketauhidan sebagai manifestasi keagungan dan kemuliaan Zat-Nya yang Maha Bersih, memelihara, menjaga, dan Maha Bijak! Biarkan mereka melantunkan tasbih ketauhidan dengan membantu Anda menjaga kebersihan dan Jangan sekali-kali menyakiti mereka dengan menyembelih dan memakannya! Anda patut dihukum karena melanggar larangan. Bukan hanya itu, tapi Anda telah menghapus pahatan-pahatan ketauhidan dan renda-renda kehidupan yang tengah dilakoninya. Hematnya, Hikmah-hikmah ini menghendaki babi tercipta. Bukankah seribu satu kebaikan lebih diutamakan penciptaannya dari satu keburukan yang belum pasti?”




Sunday 8 September 2013

Galau , di Temanin Oleh Allah S.W.T


Oleh Naufal Al-bani
Zaman sekarang berbagai masalah makin kompleks. Entah itu komplikasi dari masalah keluarga yang tak kunjung selesai, masalah hutang yang belum terbayar, bingung karena ditinggal pergi oleh sang kekasih, ataupun masalah-masalah lain. Semuanya bisa membuat jiwa seseorang jadi kosong, lemah atau merana.
“Galau!!” merupakan sebuah kata-kata yang sedang naik daun, di mana kata-kata itu menandakan seseorang tengah dilanda rasa kegelisahan, kecemasan, serta kesedihan pada jiwanya. Tak hanya laku di facebook atau twitter saja, bahkan di media televisi pun orang-orang seakan-akan dicekoki dengan kata-kata “galau” tersebut.
Pada dasarnya, manusia adalah sesosok makhluk yang paling sering dilanda kecemasan. Ketika seseorang dihadapkan pada suatu masalah, sedangkan dirinya belum atau tidak siap dalam menghadapinya, tentu jiwa dan pikirannya akan menjadi guncang dan perkara tersebut sudahlah menjadi fitrah bagi setiap insan.
...Jangankan kita manusia biasa, bahkan Rasulullah pun pernah mengalami keadaan keadaan galau pada tahun ke-10 masa kenabiannya...
Jangankan kita sebagai manusia biasa, bahkan Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam pun pernah mengalami keadaan tersebut pada tahun ke-10 masa kenabiannya. Pada masa yang masyhur dengan ‘amul huzni(tahun duka cita) itu, beliau ditinggal wafat oleh pamannya, Abu Thalib, kemudian dua bulan disusul dengan wafatnya istri yang sangat beliau sayangi, Khadijah bintu Khuwailid.
Sahabat Abu Bakar, ketika sedang perjalanan hijrah bersama Rasulullah pun di saat berada di dalam gua Tsur merasa sangat cemas dan khawatir dari kejaran kaum Musyrikin dalam perburuan mereka terhadap Rasulullah. Hingga turunlah surat At-Taubah ayat 40 yang menjadi penenang mereka berdua dari rasa kegalauan dan kesedihan yang berada pada jiwa dan pikiran mereka.
Jangan Galau, Innallaha Ma’ana!
Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kami” (QS. At Taubah: 40)
Ayat di atas mungkin dapat menjadikan kita agar lebih merenungi lagi terhadap setiap masalah apapun yang kita hadapi. Dalam setiap persoalan yang tak kunjung terselesaikan, maka hadapkanlah semua itu kepada Allah Ta’ala. Tak ada satupun manusia yang tak luput dari rasa sedih, tinggal bagaimana kita menghadapi kesedihan dan kegalauan tersebut.
...Allah telah memberikan solusi kepada manusia untuk mengatasi rasa galau yang sedang menghampiri jiwa...
Adakalanya, seseorang berada pada saat-saat yang menyenangkan, tetapi, ada pula kita akan berada pada posisi yang tidak kita harapkan. Semua itu sudah menjdai takdir yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk makhluk-makhluk Nya.
Tetapi, Allah Ta’ala juga telah memberikan solusi-solusi kepada manusia tentang bagaimana cara mengatasi rasa galau atau rasa sedih yang sedang menghampiri jiwa. Karena dengan stabilnya jiwa, tentu setiap orang akan mampu bergerak dalam perkara-perkara positif, sehingga dapat membuat langkah-langkahnya menjadi lebih bermanfaat, terutama bagi dirinya lalu untuk orang lain.
Berikut ini adalah kunci dalam mengatasi rasa galau;
1. Sabar
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika menghadapi cobaan yang tiada henti adalah dengan meneguhkan jiwa dalam bingkai kesabaran. Karena dengan kesabaran itulah seseorang akan lebih bisa menghadapi setiap masalah berat yang mendatanginya.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Baqarah 153).
Selain menenangkan jiwa, sabar juga dapat menstabilkan kacaunya akal pikiran akibat beratnya beban yang dihadapi.
2. Adukanlah semua itu kepada Allah
Ketika seseorang menghadapi persoalan yang sangat berat, maka sudah pasti akan mencari sesuatu yang dapat dijadikan tempat mengadu dan mencurahkan isi hati yang telah menjadi beban baginya selama ini. Allah sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal 17 kali dalam sehari:
“Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan” (QS. Al Fatihah 5).
...ketika keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka akan meringankan beban berat yang kita derita...
Mengingat bahwa manusia adalah makhluk yang banyak sekali dalam mengeluh, tentu ketika keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka semua itu akan meringankan beban berat yang selama ini kita derita.
Rasulullah shalallahi alaihi wasallam ketika menghadapi berbagai persoalan pun, maka hal yang akan beliau lakukan adalah mengadu ujian tersebut kepada Allah Ta’ala. Karena hanya Allah lah tempat bergantung bagi setiap makhluk.
3. Positive thinking
Positive thinking atau berpikir positif, perkara tersebut sangatlah membantu manusia dalam mengatasi rasa galau yang sedang menghinggapinya. Karena dengan berpikir positif, maka segala bentuk-bentuk kesukaran dan beban yang ada pada dalam diri menjadi terobati karena adanya sikap bahwa segala yang kesusahan-kesusahan yang dihadapi, pastilah mempunyai jalan yang lebih baik yang sudah ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya;
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs Al-Insyirah 5-6).
4. Dzikrullah (Mengingat Allah)
Orang yang senantiasa mengingat Allah Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakan. Tentunya akan menjadikan nilai positif bagi dirinya, terutama dalam jiwanya. Karena dengan mengingat Allah segala persoalan yang dihadapi, maka jiwa akan menghadapinya lebih tenang. Sehingga rasa galau yang ada dalam diri bisa perlahan-perlahan dihilangkan. Dan sudah merupakan janji Allah Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketenteraman-ketenteraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.
...Bersabar, berpikir positif, ingat Allah dan mengadukan semua persoalan kepada-Nya adalah solusi segala persoalan...
Sebagaimana firman-Nya:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram” (Qs Ar-Ra’du 28).
Berbeda dengan orang-orang yang lalai kepada Allah, yang di mana jiwa-jiwa mereka hanya terisi dengan rasa kegelisahan, galau, serta kecemasan semata. Tanpa ada sama sekali yang bisa menenangkan jiwa-Nya.
Tentunya, sesudah mengetahui tentang faktor-faktor yang dapat mengatasi persoalan galau, maka jadilah orang yang selalu dekat kepada Allah Ta’ala. Bersabar, berpikir positif, mengingat Allah, serta mengadukan semua persoalan kepada-Nya merupakan kunci dari segala persoalan yang sedang dihadapi. Maka dari itu, Janganlah galau, karena sesungguhnya Allah bersama kita